Materi IPA XI "Penanganan Limbah"

Posted by Setia_hanazawa^^ | Posted in | Posted on 04.57

0


SK: Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungannya
KD: Mendeskripsikan  cara-cara menangani limbah

A. PENANGANAN LIMBAH CAIR

Daerah pemukiman atau perkotaan juga idealnya memiliki IPAL yang dapat menangani limbah domestik. Di IPAL, limbah cair diolah melalui berbagai proses untuk menghilangkan atau mengurangi bahan-bahan pencemar (polutan) yang terkandung dalam limbah sehingga tidak melebihi baku mutu. Setelah melalui proses pengolahan, air limbah diharapkan dapat dibuang ke lingkungan dengan aman. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses-proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses, atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi, sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.

1. Pengolahan Primer
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika. Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring (bar screen). Metode ini disebut penyaringan icreening). Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah. Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan ke suatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa Inggris disebut grid chamber.Cara kerjanya aadalah memperlambat aliran limbah sehingga partikel-partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Kedua proses yang dijelaskan di atas sering disebut juga sebagai tahap pengolahan awal (pretreatment). Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dalirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat sang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang Kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk ddiolaah lebih lanjut
Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (flotation). Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan poiutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung-gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel-partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kernudian dapat disingkirkan. Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang ke lingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan lain yang sulit dihilangkan melalui proses di atas, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
 2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umurn digunakan, yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds/lagoons).
a. Metode trickling filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1 –3 m. Limbah cair kemudian disemprotka¬n permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan Iebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan.
b. Metode activated sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan di dalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung di dalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara untuk aerasi pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih diperlukan.
c. Metode treatment ponds/lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh di permukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan di dasar kolam, air limba h dapat disalurkan untuk dibuang ke lingkungan atau diolah
3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair/air limbah. Umumnya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam-garaman. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaia¬n proses kimia dan fisika.Contoh metode pengolahan secara tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan [Dash- (sand filter), saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan (adsorption) dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen (penyebab penyakit) yang ada dalam limbah cair/air limbah. Mekanisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik.
Dalam menentukan senyawa/zat untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
• daya racun zat;
• waktu kontak yang diperlukan;
• efektivitas zat;
• kadar dosis yang digunakan;
• tidak boleh bersifat toksik (racun) terhadap manusia dan hewan;
• tahan terhadap air;
• biayanya murah.
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (kiorinasi), penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV), atau dengan ozon (03).
Proses disinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder, atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan perlu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/ dicerna secara anaerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).
B. PENANGANAN LIMBAH PADAT
Sampah yang dihasilkan manusia begitu banyak sehingga bila tidak ditangani akan menimbulkan banyak masalah pencemaran. Beberapa metode pengolahan sampah telah diterapkan manusia untuk menangani permasalahan sampah. Masing-masing metode tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan. Belum ada satupun dari metode yang telah diterapkan manusia yang dapat menyelesaikan permasalahan sampah dengan sempurna. Oleh karena itu, masih perlu terus dikembangkan berbagai metode baru atau modifikasi yang dapat menyempurnakan metode yang telah ada. Berikut akan kamu pelajari beberapa metode pengolahan limbah padat (sampah) yang telah umum diterapkan.
1. Penimbunan
Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka, sampah dikumpulkan dan ditimbun begitu saja dalam lubang yang dibuat pada suatu lahan, biasanya di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA). Metode ini merupakan metode kuno yang sebenarnya tidak memberikan banyak keuntungan. Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kurnan penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengan sampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air. Bersama rembesan cairan tersebut, dapat terbawa zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan.
Berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh metode open dumping menyebabkan dikembangkan metode penimbunan sampah yang lebih balk, yaitu sanitary landfill. Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Sampah yang ditimbun dipadatkan, kemudian ditutupi dengan lapisan tanah tipis setiap hari. Hal ini akan mencegah tersebarnya gas metan yang dapat mencemari udara dan berkembangbiaknya berbagai agen penyebab penyakit.
Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem lapisan ganda (plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
Di sebagian besar negara maju, penimbunan sampah dengan metode open dumping telah banyak digantikan oleh metode sanitary landfill. Namun, di Indonesia, tempat penimbunan sampah yang menggunakan metode sanitary landfill masih jauh lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan yang melakukan penimbunan terbuka (open dumping).
Kelemahan utama penanganan sampah dengan cara penimbunan adalah cara ini menghabiskan lahan. Sampah akan terus terproduksi sementara lahan untuk penimbunan akan semakin berkurang. Sampah yang ditimbun sebagian besar sulit terdegradasi sehingga akan tetap berada di area penimbunan untuk waktu yang sangat lama. Selain itu, meskipun telah menggunakan sanitary landfill, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran lapisan sehingga zat-zat berbahaya dapat erembes dan mencemari tanah serta air. Gas metan yang terbentuk dalam timbunan mungkin saja mengalami akumulasi dan beresiko meledak.
2. Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/Iimbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan. Meski demikian, tidak semua jenis limbah padat dapat dibakar dalaminsinerator. Jenis limbah padat yang cocok untuk insinerasi di antaranya adalah kertas, plastik, dan karet, sedangkan contoh jenis limbah padat yang kurang sesuai untuk insinerasi adalah kaca, sampah makanan, dan baterai.
Kelemahan utama metode insinerasi adalaah biayanya yang mahal, selain itu insinerasi menghasilkan asap buangan yang dapat menjadi pencemar udara serta abu /ashes pembakaran yang kemungkinan mengandung senyawa yang berbahaya.
Kelemahan utama metode insinerasi adalah biaya operasi . yang mahal. Selain itu, insinerasi menghasiIkan asap buangan yang dapat menjadi pencemar udara serta abu ashpembakaranyangkemungkinan mengandung senyawa berbahaya.
3. Pembuatan Kompos
Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik, seperti sayuran, daun dan ranting, serta kotoran hewan, melalui proses degradasi/penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan zat makanan yang diperlukan tumbuhan, sementara mikroba yang ada dalam kompos dapat membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman.
Pembuatan kompos merupakan saIah sate cara terbaik untuk mengurangi timbunan sampah organik. Cara ini sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena cara pembuatannya relatif mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Selain itu, kompos dapat dijual sehingga dapat memberikan pemasukan tambahan atau bahkan menjadi alternatif mata pencaharian.
Berdasarkan bentuknya, kompos ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan menggunakan kompos yang telah jadi, kultur mikroorganisme, atau cacing tanah. Contoh kultur mikroorganisme yang telah banyak dijual di pasaran dan dapat digunakan untuk membuat kompos adalah EM4 (Effective Microorganism 4). EM4 merupakan kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degradasi limbah/sampah organik, menguntungkan dan bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. EM4 mengandung mikroorganisme yang terdiri dari beberapa jenis bakteri, di antaranya Lactobacillus sp., Rhodopseudomonas sp., Actinomyces sp., dan Streptomyces sp., dan khamir (ragi), yaitu Saccaharomyces cerevisiae. Kompos yang dibuat menggunakan EM4 yang dikenal juga dengan bokashi.
Kompos dapat juga dibuat dengan bantuan cacing tanah karena cacing tanah mampu menguraikan bahan organik. Kompos yang dibuat dengan bantuan cacing tanah dikenal juga dengan sebutan kascing. Cacing tanah yang dapat digunakan adalah cacing dari spesies Lumbricus terrestis, Lumbricus rebellus, Pheretima defingens, dan Eisenia foetida. Cacing tanah akan menguraikan bahan-bahan kompos yang sebelumnya sudah diuraikan oleh mikroorganisme. Keterlibatan cacing tanah dan mikroorganisme dalam pembuatan kompos menyebabkan pembentukan kompos menjadi lebih efektif dan cepat.

4. Daur Ulang
Berbagai jenis limbah padat dapat mengalami proses daur ulang menjadi produk baru. Proses daur ulang sangat berguna untuk mengurangi timbunan sampah karena bahan buangan diolah menjadi bahan yang dapat digunakan kembali. Contoh beberapa jenis limbah padat yang dapat didaur ulang adalah kertas, kaca, logam (seperti besi, baja, dan alumunium), plastik, dan karet.
Bahan-bahan yang didaur ulang dapat dijadikan produk baru yang jenisnya sama atau produk jenis lain. Contohnya, limbah kertas bisa didaur ulang menjadi kertas kembali. Limbah kaca dalam bentuk botol atau wadah bisa didaur ulang menjadi botol atau wadah kaca kembali atau dicampur dengan aspal untuk menjadi bahan pembuat jalan. Kaleng alumunium bekas bisa didaur ulang menjadi kaleng alumunium lagi. Botol plastik bekas yang terbuat dari plastik jenis polyetilen terftalat (PET) bisa didaur ulang menjadi berbagai produk lain, seperti baju poliyester, karpet, dan suku cadang mobil. Gelas dan peralatan plastik
C. PENANGANAN LIMBAH GAS
Pengolahan limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawa bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawa bersamanya.
1. Mengontrol Emisi Gas Buang
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber). Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan di atas, emisi gas buang juga dapat dikurangi dengan cara mengurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2. Menghilangkan Materi Partikulat dari Udara Pembuangan
a. Filter udara
Filter udara adalah alat untuk menghilangkan materi partikulat padat, seperti debu, serbuk sari, dan spora, dari udara. Alat ini terbuat dari bahan yang dapat menangkap materi partikulat sehingga udara yang melewatinya akan tersaring dan keluar sebagai udara bersih (bebas dari materi partikulat). Filter udara dapat digunakan pada ventilasi ruangan atau bangunan, mesin atau cerobong pabrik, mesin kendaraan bermotor, atau pada area lain yang membutuhkan udara bersih. Jenis dan bahan yang digunakan sebagai filter udara bermacam-macam, tergantung pada kandungan udara yang disaring, rnisalnya apakah berdebu banyak, berssifat asam atau alkalis, dan sebagainya.
b. Pengendap siklon
Pengendap siklon atau Cyclone Separator adalah alat pengendap materi partikulat yang ikut dalam gas atau udara buangan. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Ukuran materi partikulat yang bisa diendapkan oleh alat ini adalah antara 5 -40u. Makin besar ukuran partikel, makin cepat partikel tersebut diendapkan.
c. Filter basah
Filter basah (wet scrubber) membersihkan udara yang kotor dengan cara menyalurkan udara ke dalam filter kemudian menyemprotkan air ke dalamnya. Saat udara kontak dengan air, materi partikulat padat dan senyawa lain yang larut air akan ikut terbawa air turun ke bagian bawah sedangkan udara bersih dikeluarkan dari filter. Air yang digunakan untuk menyemprot udara kotor juga dapat diganti dengan senyawa cair lain yang dapat bereaksi/melarutkan polutan udara. Contoh senyawa atau materi partikulat yang dapat dibersihkan dari udara dengan menggunakan filter basah adalah debu, sulfur oksida, amonia, hidrogen klorida, dan senyawa asam atau basa lain.
d. Pengendap sistem gravitasi
Alat pengendap sistem gravitasi hanya dapat digunakan untuk membersihkan udara yang mengandung materi partikulat dengan ukuran partikel relatif besar, yaitu sekitar 50p atau lebih. Cara kerja alat ini sangat sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dapat memperlambat kecepatan gerak udara. Saat terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), materi partikulat akan jatuh terkumpul di bagian bawah alat akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi).
e. Pengendap elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik (Electrostatic precipitator)
digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya umumnya adalah aerosol atau uap air. Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan elektroda yang dialiri arus searah (DC). Udara kotor disalurkan ke dalam alat dan elektroda akan menyebabkan materi partikulat yang terkandung dalam udara mengalami ionisasi. Ion-ion kotoran tersebut akan ditarik ke bawah sedangkan udara bersih akan terhembus keluar.
D. PENANGANAN LIMBAH B 3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar, atau dibuang ke lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara penangan yang lebih khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidal< berbahaya atau herkurang daya racunnya. Setelah diolah, limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umurn diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Metode Pengolahan secara Kimia, Fisik, dan Biologi
Proses pengolahan limbah 133 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umum dilakukan adalah stabilisasi/solidifikasi. Stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan/atau sifat kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.
Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara.
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/mengurai limbah B3, sedangkan fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem
2. Metode Pembuangan Limbah B3
a. Sumur dalam/sumur injeksi (deep well injection)
Sarah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia adalah dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air.
Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadi kebocoran atau korosi pipa, atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes ke lapisan tanah.
b. Kolam penyimpanan (surface impoundments)
Limbah 133 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersarna air limbah sehingga mencemari udara.
c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfills)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus dengan pengamanan tinggi. Pada metode pembuangan secure landfill, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landfill ini harus dilengkapi peralatan monitoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memiliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.